Selasa, 24 November 2009

HTR harus diikat dengan perencanaan KPH



Antropolog International Center for Research and Agro Forestry (ICRAF) Martua Sirait mengimbau Departemen Kehutanan mengikat program pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dengan perencanaan pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat kabupaten/propinsi.

Dengan demikian, kata Martua usai seminar Optimalisasi Pembiayaan Pembangunan Hutan Tanaman, berbagai kendala di daerah terutama membangun minat masyarakat untuk terlibat dalam HTR bisa diatasi tanpa membuat kebijakan yang membingungkan rakyat.

"Karena pemerintah masih menganggap rakyat itu baru tahu HTR padahal sebenarnya tidak, maka yang terjadi seperti saat ini, pemerintah kesulitan membangkitkan minat rakyat untuk terlibat dalam kegiatan HTR," ujar Martua,.

Untuk itu, kata dia, upaya membentuk KPH di kabupaten/propinsi sebagai penguatan kelembagaan dalam pengelolaan hutan harus mengikat aturan main HTR yang dibuat pemerintah beberapa tahun terakhir. "Selama ini saya melihat pemerintah masih menganggap rakyat sama sekali tak mengetahui soal HTR itu padahal sebaliknya. Rakyat sangat paham soal HTR, HTR bisa jalan salah satunya dengan memasukkan aturan mainnya pada perencanana KPH," jelas Martua.

Ia mengatakan HTR yang sudah terjadi di masyarakat dua puluh tahun lalu itu berbentuk wanatani atau hutan kemasyarakatan (Hkm) yang kini juga dijadikan prioritas Dephut untuk di realisasikan 2,1 juta hektar sampai tahun depan itu.

Martua menambahkan hingga saat ini penetapan kawasan untuk HTR, Hkm atau HTI masih bersifat sentralistik. "Seharusnya semua bermula dari daerah mulai dari identifikasi baik soal status tanah hingga penetapan mekanisme yang adil untuk rakyat dan pihak yang terlibat dalam HTR."

Martua tak heran jika hingga hari ini, realisasi HTR cuma sedikit. Dephut sudah mengeluarkan 9 izin dengan luas 21.000 hektar atau 5,4 persen dari areal pencadangan.

Sementara itu mitra Binaan petani hutan PT Riau Andalan Pulp and Paper di kabupaten Kampar menegaskan keterlibatan perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto itu pada kesejahteraan masyarakat sekitar Kampar Ring merupakan wujud nyata pengelolaan hutan lestari yang melibatkan masyarakat.

"Untuk itu, kami menyayangkan pernyataan Menhut bahwa RAPP mengabaikan masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan HTI-nya, kami meminta Menhut untuk mengizinkan RAPP beroperasi di Kampar karena tidak merugikan masyarakat dan lingkungan (hutan)," ujar dia. (Penty/HT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar